Poligami Memuliakan Wanita

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Poligami Memuliakan Wanita

Oleh : Agung Hanif*

Satu langkah tak terduga dari Aa Gym telah membuat para aktivis perempuan gerah. Mereka yang selalu mengelu-elukan kesetaraan gender, emansipasi dan non-poligami ini seperti terbungkam ketika melihat Aa Gym menikah lagi. Reaksi yang muncul pun beragam. Mulai dari yang diam tanda setuju, mendukung, sampai menentang. Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta pun langsung bereaksi keras, setelah menghadap Presiden, beliau langsung mengumumkan bahwa PP No. 10 thn 1983 akan direvisi. Larangan poligami akan diperluas, tidak hanya bagi PNS, TNI, dan pejabat pemerintah saja, tetapi juga masyarakat luas termasuk pemuka agama seperti Aa Gym. Dirjen Bimas Islam Departemen Agama, Nazaruddin Umar mengamini hal ini. Dengan dalih syarat poligami bagi suami adalah adil sedangkan dalam al-Quran Surat An-Nisaa’ ayat 129[1] ditegaskan bahwa suami itu tidak akan dapat berlaku adil, dengan argumen ini, poligami menjadi mentah.
Untuk memperkuat argumen ini, mereka mengklaim bahwa Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono telah menerima ribuan sms di telepon seluler mereka dari wanita-wanita yang resah akan apa yang diperbuat oleh Aa Gym (Kompas, 6/12/06). Ini aneh, ribuan sms bisa masuk nomor ponsel presiden? Kalau bukan dari pesan berantai tentu orang tidak akan tahu nomor ponsel SBY dan Istrinya. Dan pesan berantai itu tentunya dari orang-orang yang ada dalam suatu struktur yang rapi, kalau tidak, nomor ponsel presiden bisa jadi sasaran penipuan berkedok undian berhadiah, kan nggak lucu kalau ada berita seorang presiden tertipu sekian miliar karena sms yang berkedok undian berhadiah. Lagipula jumlahnya hanya ribuan, tidak sebanding dengan ratusan ribu orang diseluruh penjuru Indonesia yang teriak-teriak di tengah jalan untuk menolak kedatangan Bush beberapa pekan lalu. Selain itu, yang mengirim sms pun tidak jelas, siapa, pekerjaannya apa, namanya siapa. Berbeda dengan penolakan kedatangan Bush; para Kiayi, Ulama, aktivis dakwah, orang-orang yang alim, ikhlas, gak dibayar, turun kejalan panas-panasan untuk mengatakan yang haq. Apakah iya, SBY lebih mendengar sms yang tidak bersuara daripada para kiayi dan ulama yang berteriak keras menentang kebijakannya? Na’udzubiLlahi min dzalik. Apakah pemimpin negara ini pernah mendengar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda (yang artinya) :
“Sebaik-baik para pemimpin adalah orang-orang yang kalian cintai, dan mereka mencintai kalian; kalian mendoakan mereka dan mereka mendoakan kalian. Dan, seburuk-burk pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian benci mereka dan mereka membenci kalian; kalian melaknat mereka, mereka melaknat kalian.”(HR Muslim dan Bayhaqi)[2]
Hukum Poligami
Hukum Poligami (Ta’addudi al-Zaujat) menurut jumhur ulama adalah mubah (boleh)[3]. Berikut ayat al-Quran yang membahas tentang hal ini, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya) :
“Nikahilah oleh kalian wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau kalian nikahi budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat pada sikap tidak berbuat aniaya.” (TQS an-Nisaa’ [4]: 3)
Ayat ini diturunkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tahun kedelapan hijriyah. Ayat ini pada dasarnya ditujukan untuk membatasi jumlah istri maksimal empat orang saja. Sebelum ayat ini diturunkan, jumlah istri bagi seorang pria tidak ada batasnya. Dengan menyimak dan memahami ayat ini, tampak jelas bahwa ayat ini diturunkan untuk membatasi jumlah istri hingga hanya empat orang saja.[4]
Kebolehan poligami tidak bergantung kepada adil, karena adil bukanlah merupakan syarat poligami. Sebab Allah subhanahu wa ta’ala telah menjelaskan dengan sangat gamblang tentang hal ini :
“Nikahilah oleh kalian wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat.” (TQS an-Nisaa’ [4]: 3)
Ayat ini menunjukkan dengan jelas bolehnya poligami secara mutlak. Kalimat itu telah selesai (sempurna) dan berdiri sendiri. Selanjutnya dimulai kalimat baru (kalaam musta’niif) dengan makna baru:
“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau kalian nikahi budak-budak yang kamu miliki.” (TQS an-Nisaa’ [4]: 3)
Kalimat dalam ayat ini bukanlah kalimat persyaratan. Sebab, kalimat ini[5] bergabung dengan kalimat sebelumnya, tetapi sekadar kalaam musta’niif (kalimat permulaan). Seandainya hal ini adalah kalimat persyaratan, tentu akan berbunyi : Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi dua, tiga atau empat jika kalian dapat berlaku adil.
Akan tetapi kata-kata semacam itu tidak ada, sehingga aspek keadilan secara pasti, bukanlah syarat.[6]
Susunan kalimat semacam ini menunjukkan dengan jelas, bahwa keadilan bukanlah syarat untuk menikahi wanita lebih dari seorang. Kalimat pertama menunjukkan hukum syariat yang berbeda dengan kalimat kedua. Kalimat pertama menujukkan hukum bolehnya berpoligami sebatas empat orang saja, sedangkan kalimat kedua menunjukkan hukum lain, yaitu lebih disukai untuk menikahi seorang saja jika dengan berpoligami itu akan menyebabkan suami tidak bisa berlaku adil diantara mereka. Akan tetapi ayat kedua ini sama sekali tidak menafikkan (meniadakan) pengertian ayat yang pertama. Sehingga dengan jelas dapat disimpulkan bahwa adil bukanlah syarat bagi poligami. Siapapun yang menafsirkan bahwa keadilan merupakan syarat untuk berpoligami, berarti ia telah menfsirkan al-Quran dengan gegabah dan telah menyimpangkan penafsiran yang benar.[7]
Perlu diketahui juga bahwa kerelaan istri untuk dimadu bukanlah syarat dalam pembolehan poligami.[8]
Menyoal Penolakan Terhadap Poligami
Ada sementara orang[9] yang berpendapat bahwa poligami tidak disyariatkan dalam Islam. Mereka berargumentasi bahwa adil merupakan syarat bagi poligami, padahal dalam ayat yang lain dinaytakan bahwa mansuia (suami) tidak akan pernah berbuat adil. Ayat yang dimaksud adalah ayat berikut (yang artinya) :
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri- istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS an-Nisaa’ [4]: 129)
Ibnu Abbas r.a. Berpendapat bahwa ayat ini berkenaan dalam hal rasa cinta dan jima’ (persetubuhan) .[10] Muhammad bin Sirin berkata, “saya pernah bertanya mengenai ayat ini kepada Ubaidah, kemudian ia menjawab, ‘Kasih sayang dan jima’’”[11]. Dengan demikian, suami telah diwanti-wanti oleh Allah bahwa mereka tidak akan dapat berlaku adil dalam masalah cinta kasih sayang dan jima’. Oleh karena itu, dalam dua perkara ini (cinta kasih sayang dan jima’), tidak ada kewajiban untuk berlaku adil, karena manusia tidak sanggup berlaku adil dalam perkara ini.[12]
Adapun perintah agar seorang suami berlaku adil kepada istri-istrinya adalah perintah berlaku adil dalam hal selain keduanya (kasih sayang dan jima’), seperti dalam masalah-masalah fisik, pembagian nafkah, menggilir mereka, atau menyantuni mereka, pakaian, tempat tinggal,dll.[13] Atau keadilan sebatas kemampuan dan potensi diri suami yang telah mengerahkan segala kemampuan dan potensi diri.[14]
Sedangkan larangan condong yang terlalu berlebihan bukan berarti dilarang condong kepada salah seorang istri. Kecondongan berlebihan yang kepada salah seorang istri sehingga yang lain terkatung-katung dan terzalimi merupakan sikap yang dilarang. Oleh karena itu, pengertian QS an-Nisaa’ [4] ayat 129 tersebut adalah : Jauhilah sikap condong yang berlebihan (atau kecondongan mutlak) kepada salah seorang istri kalian.[15]
Selain ayat diatas, ada segelintir orang[16] yang memotong suatu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim tentang kisah Ali Bin Abi Thalib r.a. ketika dia meminang putri Abu Jahal. Pada waktu itu, Ali r.a. telah beristrikan Fatimah binti Rasulullah shallallahu a’alaihi wa sallam. Saat itu Ali r.a. meminta izin kepada RasuluLlah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menikahi putri Abu Jahal, Lalu Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak aku izinkan, tidak aku izinkan, tidak aku izinkan, kecuali Ali bin Abi Thalib rela untuk menceraikan putriku dan menikahi putrinya Abu Jahal. Sesungguhnya fatimah adalah darah dagingku, menyenangkan- ku apa yang menyenangkan- nya, meyakiti-ku apa yang menyakiti-nya.”
Jika dilihat sampai disini, maka terlihat bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang Ali bin Abi Thalib melakukan poligami. Sehingga hadits ini sering dijadikan hujjah bagi segelintir orang yang mengharamkan poligami. Sungguh, ini adalah perbuatan yang mempermainkan agama dan lari dari Allah dan Rasul-Nya karena mereka tidak mengungkapkan secara keseluruhan hadits Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam diatas.
Lanjutan dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diatas adalah : “Sungguh aku tidaklah mengharamkan sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram. Akan tetapi, demi Allah, tidak akan putri Rasulullah berkumpul dengan putri musuh Allah subhanahu wa ta’ala dalam suatu tempat selama-lamanya”[17]
Padahal sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terakhir inilah yang menjadi penggugur hujjah para penentang poligami. Dalam penggalan terakhir ini Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan dengan bahasa arab yang mubin (jelas dan fasih) di dalam lembutnya tutur kata beliau mengenai hal yang menimpa orang yang paling beliau cintai, yakni putrinya Sayidah Fatimah az-Zahra. Kalimat “Sungguh aku tidaklah mengharamkan sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram”, layaknya cukup menjadi penggugur hujjah orang-orang yang mengharamkan poligami, karena Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengetahui bahwa poligami itu mubah, tetapi pelarangan Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ali r.a. yang ingin menikahi putri Abu Jahal bukanlah perintah untuk mengahramkan poligami. Melainkan perintah untuk tidak mengumpulkan putri RasuluLlah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan putri musuh Allah subhanahu wa ta’ala di bawah lindungan seorang lelaki. Ini dapat dipahami dari kalimat selanjutnya yaitu “Akan tetapi, demi Allah, tidak akan putri Rasulullah berkumpul dengan putri musuh Allah subhanahu wa ta’ala dalam suatu tempat selama-lamanya”.
Oleh sebab itu, hadits ini bukanlah membicarakan pelarangan poligami, melainkan ketidak-sudian Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam jika putrinya berada didalam suatu tempat (lindungan seorang lelaki) bersama putri musuh Allah subhanahu wa ta’ala. Jadi ketidak-sudian Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya ditujukan khusus kepada putri Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam hal ini Fatimah az-Zahra) dan putri musuh Allah subhanahu wa ta’ala (dalam hal ini Putri Abu Jahal) dalam suatu naungan seorang suami selama-lamanya, tidak kepada yang lain. Sehingga pada titik ini gugurlah sudah hujjah para penghina Sunnah, yang telah memotong-motong hadits dengan akal mereka agar sesuai dengan pemahaman bathil yang mereka yakini.
Konsekuensinya, maka poligami mubah tanpa persyaratan keadilan, dan keadilan yang harus dilaksanakan adalah keadilan dalam hal-hal fisik, bukan dalam hal kasih sayang dan jima’ (persetubuhan) .
Poligami Pada Masa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Sahabat
Ibnu Hisyam menuturkan dalam Sirahnya bahwa total istri Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam ada tigabelas. Dua orang meninggal sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, yaitu Khadijah binti Khuwailid dan Zainab binti Khuzaimah. Dua istri yang tidak digauli RasuluLlah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dikembalikan kepada keluarganya adalah Asma’ binti an-Nu’man al-Kindiyah dan Amrah binti Yazid al-Kilabiyah. Sedangkan sembilan orang istri RasuluLlah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang masih hidup sepeninggal beliau adalah Aisyah binti Abu Bakar, Hafshah binti Umar bin Khaththab, Ummu Habibah binti Abu Sufyan bin Harb, Ummu Salamah binti Abu Umaiyah bin al-Mughirah, Saudah binti Zam’ah bin Qais, Zainab binti Jahsy bin Riab, Maimunah binti al-Harits bin Hazn, Juwairiyah binti al-Harits bin Abu Dhihar, dan Shafiyah binti Huyai bin Akhthab.[18]
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath al-Baari menyatakan, “Para ulama telah bersepakat bahwa menikah lebih dari empat wanita merupakan bagian dari kekhususan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ( Lihat: Imam as-Syaukani, “Kitab an-Nikah,” Nayl al-Authar, hlm. 268)[19]
Kebolehan poligami juga telah masyhur dikalangan sahabat, tabi’in, tabi’ at-tabi’in dan para Imam Mazhab. Bahkan RasuluLlah memberikan motivasi kepada umatnya untuk memperbanyak istri.[20] Hal itu telah dipahami oleh para shahabatnya, hingga Ibn Abbas r.a. berkata :
“Menikahlah, sesungguhnya orang terbaik dari umat ini (RasuluLlah) menjadi orang yang paling banyak istrinya” (HR al-Bukhari)[21]
Karena itu, kita tidak mendapati seorang sahabatpun yang mencukupkan diri menikah hanya dengan seorang istri, kecuali hanya segelintir orang saja.[22] Kita bisa mengambil suri tauladan dari para Sahabat r.a. sungguh banyak dari mereka yang melakukan poligami sejak usia muda.[23] Begitupula halnya dengan pemuda-pemuda yang shalih dalam masyarakat Islam yang memiliki kemampuan mengikuti Sunnah.
Mereka telah membuktikan tawazun (keseimbangan) antara kebahagiaan diri mereka dan kebahagiaan istri-istri mereka, serta mengharapkan ridho dari Allah subhanahu wa ta’ala. Itu juga yang nampaknya diperlihatkan oleh KH AbduLlah Gymnastiar, insya Allah. Senang sekali rasanya ketika beliau mengatakan bahwa hal ini (poligami) adalah cobaan baginya, apakah dakwahnya selama ini untuk mencari ridho Allah atau untuk mencari popularitas.
Wajar saja jika popularitas Aa Gym akan turun, karena masyarakat saat ini adalah masyarakat yang Sekuler, yaitu masyarakat yang memisahkan agama (Islam) dari kehidupan. Islam hanya ditaruh dipojok-pojok masjid, dilemari-lemari buku. Islam tidak difahami lalu dilaksanakan, tetapi dimengerti lalu dilupakan, mereka pasti mengerti jika poligami itu mubah, tetapi akal-akal dan emosi telah menyelimuti hati dan pikiran mereka hingga pandangan mereka jauh dari apa yang telah dikatakan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Wanita Dimuliakan Dengan Adanya Poligami
Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahuLlah setidaknya ada 5 problem yang terpecahkan oleh karena adanya poligami. Dan solusi dari poligami terhadap kelima masalah ini ternyata betul-betul menghargai dan membawa wanita pada derajat yang mulia. Kelima problem tersebut antara lain :
Ditemukannya tabiat yang tidak biasa pada sebagian pria, yakni tidak merasa puas hanya dengan memiliki seorang istri.
Sering dijumpai adanya wanita (istri) yang mandul, tidak memiliki anak. Akan tetapi, ia tetap menaruh rasa cinta di dalam kalbunya kepada suaminya, dan suaminyapun tetap menaruh rasa cinta didalam hatinya kepada istrinya.
Kadang-kadang ditemukan adanya seorang istri yang menderita sakit sehingga tidak memungkinkan baginya melakukan hubungan suami istri, atau tidak dapat melakukan yang semestinya terhadap rumah tangga, suami, dan anak-anaknya.
Terjadinya banyak peperangan atau pergolakan fisik yang telah mengakibatkan jatuhnya korban berupa ribuan, bahkan jutaan, kaum pria.
Acapkali ditemukan bahwa tingkat pertumbuhan penduduk laki-laki dan perempuan suatu umat, bangsa, atau belahan dunia tertentu tidak seimbang. Kadang-kadang jumlah kaum perempuannya lebih banyak ketimbang jumlah laki-lakinya.[24]
Ketika poin lima (5) yang terjadi, sedangkan pria yang mempunyai tabiat pada poin satu (1) semakin banyak oleh karena wanita-wanita pada poin dua dan tiga (2&3) pun semakin banyak dijumpai sedangkan poligami tidak diperbolehkan, maka akan terjadi pelacuran, perzinaan, kemaksiayatan, perselingkuhan yang akan mewabah ditengah-tengah masyarakat, wanita-wanita dihempaskan kepojok-pojok selokan, dihargai tidak lebih dari dua keping mata uang, dan disiksa bagaikan hewan-hewan piaraan. Inilah masa dimana wanita terlepas dari kemuliaannya.
Sedangkan ketika poligami dibolehkan, maka wanita-wanita diangkat derajatnya menjadi seorang istri yang sah dimata Allah, agama, dan masyarakat. Wanita itu akan dimuliakan oleh suaminya yang mencintainya karena Allah, dan disayangi sebagaimana sayangnya suami kepada dirinya sendiri. Allahpun akan memberikan ganjaran yang besar karena ketaaatannya kepada suami, begitu juga masyrakatpun tidak akan menganggapnya sebagai wanita simpanan, karena ia adalah istri yang sah dari seorang pria.
Meskipun demikian, kelima poin diatas hanyalah problem-problem yang akan terpecahkan karena diperbolehkannya poligami. Problem-problem diatas bukanlah ‘illat (penyebab) diperbolehkannya poligami, sehingga poligami tetap diperbolehkan walaupun salah satu dari kelima problem diatas tidak ditemukan. Dengan kata lain, boleh atau tidaknya melakukan poligami harus didasarkan pada nash-nash syariat, bukan atas dasar sebab-sebab diatas. Sehingga benar sekali pernyataan Aa Gym bahwa melarang poligami justru bertentangan dengan al-Quran.
Istri Mengizinkan Poligami = Pahala Yang Besar dari Allah
Berat memang, ketika cinta seorang suami tidak lagi seutuh saat hanya dia seorang yang menjadi istrinya. Namun apalah artinya kecemburuan kepada suami ketika Allah lebih cemburu kepadanya karena kecintaanya kepada suami melebihi cintanya kepada Allah. Begitulah kira-kira ungkapan hati seorang Teh Ninih, istri pertama Aa Gym, diwaktu jumpa pers setelah Aa menikah untuk yang kedua kalinya. Ini sungguh ucapan yang mulia, kita lihat betapa Aa Gym merasa tertunduk haru ketika mendengar perkataan istrinya. Bangga, cinta dan sayang yang semakin mengental kepada istrinya, begitulah kira-kira perasaan Aa ketika mendengar akan hal ini. Setiap pria bertakwa tentu akan merasakan hal yang sama.
Teh Ninih juga memahami dan menyadari dengan sepenuh hati bahwa kebolehan poligami adalah hukum Allah, dan hukum Allah pastilah hukum terbaik yang akan membawa kemaslahatan bagi umat manusia. Ketaatannya kepada hukum Allah-lah yang membuat ia rela diduakan, dan inilah yang akan membuat Allah melimpahkan pahala yang sangat besar. Betapa tidak, ketaatan kepada Allah dan suami dan mengakui hak-haknya (seperti kebolehan poligami) akan membuat seorang wanita mendapat pahala yang besar, bahkan setara dengan pahala berperang dijalan Allah subhanahu wa ta’ala.
Ibnu Abbas meriwayatkan sebuah hadits sebagai berikut :
Sesungguhnya pernah ada seorang perempuan datang kepada RasuluLlah shallallahu ‘alihi wa sallam, lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, saya ini utusan dari kaum perempuan kepadamu. Jihad (perang) diwajibkanAllah keapda kaum laki-laki. Jika mereka menang, mereka mendapatkan pahala; jika mereka terbunuh, mereka masih tetap hidup di sisi Tuhan mereka lagi mendapat rezeki, sementara kami, kaum perempuan membantu mereka. Lalu apa bagian bagi kami dalam hal ini?” RasuluLlah shallallahu ’alaihi wa sallah bersabda (yang artinya), “Sampaikanlah kepada perempuan-perempuan yang kamu temui, bahwa taat kepada suami dan mengakui hak-haknya adalah sama dengan itu (jihad di jalan Allah).” ((Diterjemahkan secara bebas, HR. Ibnu Abdil bar))[25]
Khatimah
Kebolehan poligami hendaknya disadari dan dipahami sebagai bagian dari hukum Allah, kemubahannya didasari oleh ayat al-Quran, Hadits, dan diamnya (taqrir) Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika para sahabat berpoligami. Hukum Allah adalah hukum yang berasal dari Sang Pencipta manusia, yang paling mengerti baik dan buruknya manusia, yang menguasai surga dan neraka, yang menentukan pahala dan siksa. Oleh karena itu, sebagai makhluk ciptaanNya, menaati dan melaksanakan hukum-hukum Allah merupakan suatu keniscayaan yang tak terbantahkan. Hukum siapa lagi yang ingin kita ikuti selain hukum dari sang Pencipta? Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya) :
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS. Al-Maidah [5]: 50)
Bagi suami yang ingin berpoligami, ketahuilah wahai saudaraku, istri pun mempunyai hak atas kalian sebagaimana kalian mempunyai hak atas mereka (QS.2:228). Suami berkewajiban memberi nafkah kepada istrinya dengan cara yang baik, sebagaimana istripun harus menaati suaminya dalam hal kebaikan. Suami hendaklah bertutur kata yang lembut dan sopan kepada istrinya seakan-akan tutur katanya itu merupakan huruf-huruf yang keluar dari jiwa yang terselimuti dengan cinta dan kasih sayang.
Sehingga orang-orang, yang dengan mulut dan pikiran mereka, menertawakan ayat-ayat Allah, meremehkan sunnah RasulNya, dan mengagung-agungkan ide-ide bathil dan kufur seperti HAM, pluralisme, liberalisme, sekularisme, demokrasi, kesetaraan gender, emansipasi, dll, akan terbungkam tak memiliki hujjah, baik dihadapan Allah maupun manusia seluruhnya. Mereka tidak lebih dari sekedar pengemis intelektual yang mengais-ngais sampah pemikiran kaum orientalis yang telah lama mengendap dikotak sampah peradaban. Mereka tidak lebih daripada agen penjajah, komprador, yang digaji oleh tuannya (AS) untuk meruntuhkan pemahaman Islam yang shahih, namun mereka selalu kembali kepada tuannya dalam kehinaan.
Terakhir, permasalahan dan gonjang-ganjing yang terjadi di tengah masyarakat seputar poligami saat ini tidak akan terjadi jika para penyeru kebathilan itu merasa takut akan adanya khalifah yang melindungi kamu Muslimin. Mereka gentar karena Khilafah nantinya akan menghukum mereka dengan hukuman yang berat jika mereka berani berteriak-teriak menghina dan melecehkan ayat-ayat Allah. Oleh karena itu wahai saudaraku, berjuang melanjutkan kembali kehidupan Islam dalam naungan Daulah Khilafah Rasyidah adalah perjuangan yang agung, perjuangan yang mulia, perjuangan yang akan membawa umat ini terlindungi oleh Khalifah-nya dan ternaungi oleh Khilafah-nya, sehingga al-Quran kembali ditaati dan dilaksanakan, Sunnah kembali ditegakkan, dan umat kembali termuliakan. Allâhummarzuqnâ dawlah Khilâfah Râsyidah. Wallâh a‘lam bi ash-shawâb.
AlhamduliLlah selesai dengan pertolongan Allah.
Yogyakarta, 07 Desember 2006, pukul 17.45 WIB.
Hanif al-Falimbani
Daftar Bacaan
Abdurrahman, A. A. Hummam. 2003. Merajut Kehidupan Pasca Pernikahan, Panduan Menuju Rumah Tangga Islami. Cet. I. (Jakarta : Wahyu Press).
Al-Athar, Prof. Dr. Abd. Nashir Taufiq. 2001. Saat Anda Meminang (Terj. Khitbat an-Nisa’ Fi Asy-Syari’ah Al-Islamiyah). Alih Bahasa Abu Musyrifah dan Ummu Afifah. Cet. I. (Jakarta : Pustaka Azzam).
Al-Baghdadi, Abdurahman. 2001. Emansipasi, Adakah dalam Islam, Suatu Tinjauan Syariat Islam Tentang Kehidupan Wanita. Alih bahasa Muhammad Utsman Hatim. Cet. X. (Jakarta : Gema Insani Press).
An-Nabhani, Taqiyuddin. 2003. Sistem Pergaulan dalam Islam (terj. an-Nizhaam al-Ijtimaa’ii fii al-Islaam). Alih bahasa M. Nashir dkk. Cet. II. (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah).
Al-Nawy, Syamsuddin Ramadhan. 2006. Hukum Islam seputar Jihad dan Mati Syahid; Menyikapi Aksi terorisme dan perang fisik. Cet. I. (Surabaya: Fadillah Print).
Bin Abdurrahman, Kholid. 2006. Keutaman-keutamaan Poligami (terj. Fadhlu Ta’addudi al-Zaujat). Alih bahasa M. Alwi Fuadi. Cet. I. (Yogyakarta : Sajadah Press).
Gymnastiar, Abdullah. 2004. Sakinah, Manajemen Qalbu Untuk Keluarga. Cet. I. (Bandung : MQ Publishing).
Hamid, Muhammad Abdul Halim. 2000. Bagaimana Membahagiakan Istri (Terj. Kaifa Tus’id Zaujatak). Alih bahasa Wahid Ahmadi. Cet. IV. (Solo : Era Intermedia).
Hisyam, Ibnu. 2005. Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam jilid 2. Alih bahasa Fadhli Bahri, Lc. Cet. IV. (Jakarta : Darul Falah).
Ramadhan, Syamsuddin. 2004. Fikih Rumah Tangga. Cet. I. (Bogor: Idea Pustaka).
Qol’ah Ji, Al-Ustadz Dr. Muhammad Rawwas. 2004. Dirasah Tahliliyah li Syakhshiyyah ar-Rasul Muhammad (Terj. Mengenal Nabi SAW dari dekat). Alih bahasa Dede Koswara. Cet. I. (Bogor : Idea Pustaka).
Catatan kaki
 
 
 
——————————————————————————–
 
[1] Ketika konferensi Pers di Istana Negara (5 Desember 2006), Nazaruddin Umar salah menyebutkan ayat tentang hal ini, dia menyebutkan bahwa ayat yang mengatakan bahwa “..kamu sekali-sekali tidak akan dapat berlaku adil..” adalah Surat an-Nisaa’ ayat 125, padahal yang benar adalah Surat an-Nisaa’ ayat 129.
[2] Muslim, Hadits Nomer 1855, Juz III, hal. 1481; Sunan al-Bayhaqi, Juz VIII, hal. 158 (Lihat hadits ini dalam buku “Hukum Islam seputar Jihad dan Mati Syahid; Menyikapi Aksi terorisme dan perang fisik” karya al-Ustadz Syamsuddin Ramadhan al-Nawy, diterbitkan oleh Fadillah Print, Surabaya, Cetakan I, 2006, hlm 228).
[3] Ini adalah pendapat Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahuLlah dalam kitab an-Nizhaam al-ijtima’ii fii al-Islaam (terj. Sistem pergaulan dalam Islam); Syaikh Abdul Aziz bin AbduLlah bin Baz dalam fatwanya di Majalah Arobiyah, Edisi 168, Muharram, 1412 H/Agustus 1991M (Lihat Kholid bin Abdurrahman, Fadhlu Ta’addudi al-Zaujat (terj. Keutaman-keutamaan Poligami), Cet. I, Yogyakarta : Sajadah Press, 2006, hlm 16); Ini juga pendapat seluruh Sahabat tanpa kecuali, Mayoritas taabi’iin, Atha’, Imam Syafi’I, dan jumhur ulama (lihat Syamsuddin Ramadhan, Fikih Rumah Tangga, Cet.I, Bogor: Idea Pustaka, 2004, hlm. 175-178).
[4] Taqiyuddin an-Nabhani, an-Nizhaam al-Ijtimaa’ii fii al-Islaam (terj. Sistem Pergaulan dalam Islam), Cet. II, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2003, hlm. 178.
[5] Fa in khiftum (Kemudian jika kalian..).
[6] Taqiyuddin an-Nabhani, op.cit, hlm. 180; Syamsuddin Ramadhan, op.cit.,hlm. 180-181.
[7] Syamsuddin Ramadhan, Fikih Rumah Tangga, Cet.I, Bogor: Idea Pustaka, 2004, hlm. 180-182; Lihat juga pendapat Syaikh an-Nabhani, op.cit.,hlm. 180-184; Prof. Mahmud Syaltut, al-Islam ‘Aqidah wa Syariah, hlm. 189.
[8] Ini adalah pendapat Syaikh Abdul Aziz bin AbduLlah bin Baz dalam fatwanya di Majalah Arobiyah, Edisi 168, Muharram, 1412 H/Agustus 1991M (Lihat Kholid bin Abdurrahman, op.cit., hlm 16).
[9] Antara lain Nazaruddin Umar (Dirjen Bimas Islam Departemen Agama) dalam pernyataannya di istana negara pada jumpa pers seusai menghadap presiden bersama Meneg Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta, untuk merevisi PP yg berkaitan dengan poligami, agar poligami dilarang kepada masyarakat luas, Selasa 5/12/2006. Penulis melihat pada stasiun televisi SCTV.
[10] Manaru al-sabil fi Syarhi al-dalil juz 2, hlm 221-223 (Lihat Kholid bin Abdurrahman, op.cit., hlm 47).
[11] Ibn al-Arabi, Ahkam al-Quran, hlm. 634 (Lihat Syamsuddin Ramadhan, op.cit.,hlm. 184).
[12] Qadhi Taqiyuddin an-Nabhani, op.cit, hlm. 182.
[13] Syamsuddin Ramadhan, op.cit.,hlm. 186; Qadhi Taqiyuddin an-Nabhani, op.cit, hlm. 184.
[14] Qadhi Taqiyuddin an-Nabhani, op.cit, hlm. 182.
[15] Syamsuddin Ramadhan, op.cit.,hlm. 188.
[16] Antara lain Siti Musdah Mulia, dalam Topik Minggu Ini di SCTV (6/12/2006). Musdah menggunakan dalil ini sebagai hujjah untuk pengharaman poligami, padahal hadits yang dikemukakannya tidak lengkap. Dalam dialog itu hadir MM. Billah (Komnas HAM/penentang poligami), Yoyoh Yusroh (F-PKS/pendukung poligami), Puspo Wadoyo (Presiden Masyarakat Poligami Indonesia).
[17] Fathu al- Baari, kitabu al-Nikah, hadits nomor 3729; Muslim, Kitabu fadhailu al-Shahabah, hadits nomor 2449 (Kholid bin Abdurrahman, op.cit., hlm 50).
[18] Lihat Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, Darul Falah, Jakarta, cet. Keempat, 2005, jilid 2, hlm. 631-636.
[19] Lihat Syamsuddin Ramadhan, op.cit.,hlm. 178.
[20] Al-Ustadz Dr. Muhammad Rawwas Qol’ah Ji, Dirasah Tahliliyah li Syakhshiyyah ar-Rasul Muhammad (Terj. Mengenal Nabi SAW dari dekat), Idea Pustaka, Bogor, Cet. I, 2004, hlm.142.
[21] Al-Bukhari dalam an-Nikah; Fathu al- Baari, kitabu al-Nikah, hadits nomor 5069 (Lihat Al-Ustadz Dr. Muhammad Rawwas Qol’ah Ji, op.cit., hlm.142; Syamsuddin Ramadhan, op.cit.,hlm. 179; Kholid bin Abdurrahman, op.cit., hlm 143).
[22] Al-Ustadz Dr. Muhammad Rawwas Qol’ah Ji, op.cit., hlm.142.
[23] Kholid bin Abdurrahman, op.cit., hlm 143.
[24] Qadhi Taqiyuddin an-Nabhani, op.cit, hlm. 186-187.
[25] Lihat Syamsuddin Ramadhan, op.cit.,hlm. 201.
 
*Penulis adalah aktivis Gerakan Mahasiswa Pembebasan DIY, kuliah di F MIPA UGM
Publikasi : www.syariahpublications.com

See also  Mencari Haji Mabrur yang Transformatif
Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Never miss any important news. Subscribe to our newsletter.

14 Responses

  1. Assalamualaikum WRTW.
    Thank you for your willingness to talk, and discuss issues and opinions about poligamy. Sebenarnya akhir-akhir ini kumpulan-kumpulan tertentu (yang dikatakan mewakili wanita, Menteri-menteri islam, dan yang menganggap diri mereka ahli ugama) telah mula dengan lantang menabur unsur negatif dalam soal poligami. Berbagai undang-undang digubal dengan tujuan untuk “memperkemaskan” hukum poligami Allah SNW. Pada pandangan saya, yang mengatakan mereka mewakili kumpulan wanita, sebenarnya hanyalah kumpulan minoriti. Besar juga golongan wanita yang sanggup berpoligami, kerana itu lebih baik daripada menjadi perempuan simpanan atau terus hidup membujang.
    Pada pandangan saya kisah-kisah positif poligami perlu juga diceritakan kepada masyarakat, supaya masyarakat dapat menilai isu ini dan tidak sewenang-wenangnya memcipta undang-undang sekular.
    Untuk itu saya telah mulai satu blog; dinamakan KISAHPOLIGAMI. Tujuan blog ini adalah untuk sama-sama (lelaki dan perempuan) yang redha dengan ketentuan poligami Allah SNW (walaupun masih bujang), atau yang telah terlibat dengan isu poligami untuk sama-sama menceritakan kisah poligami mereka (atau kisah daripada ibu bapa atau kenalan mereka). Kisah ini boleh kita gunakan sebagai iktibar untuk memantapkan perlaksanaan poligami yang dihalalkan olah Allah SNW. Terutamanya di Nusantara Melayu. Saya dengan ini menjemput semua ahli blog tuan dan masyarakat untuk menyertai blog ini.
    http://groups.yahoo.com/group/kisahpoligami/
    Semuga usaha kita diberkaiti Allah SNW.
    Mohamed Daud
    Serdang 25 Januari 2007.

  2. assalamualaikum ww..
    saya pernah mendengar ceramah seorang ustadzah..
    kata beliau,kalau kita tidak ikhlas suami berpoligami,tp suami tetap bersikukuh..maka kita diperbolehkan menggugat cerai..
    alasannya daripada kita tidak bs lagi memberikan pelayanan yang baik & ihlas kepada suami?
    apa benar pendapat ustadzah itu?
    sen

  3. Ada yang bertanya: Apakah Islam agama teroris?
    Jawaban saya adalah: Tidak ada agama yang mengajarkan umatnya untuk menjadi teroris.
    Tetapi, di dalam Al-Qur’an, ada banyak sekali ayat-ayat yang menggiring umat untuk melakukan hal-hal yang tidak manusiawi, seperti: kekerasan, anarki, poligami dengan 4 istri, anggapan selain muslim adalah orang kafir, dsb. Sikap-sikap tersebut tidak sesuai lagi dengan norma-norma kehidupan masyarakat modern.
    Al-Qur’an dulu diracik waktu jaman tribal, sehingga banyak ayat-ayat yang tidak bisa dimengerti lagi seperti seorang suami diperbolehkan mempunyai istri 4. Dimana mendapatkan angka 4? Kenapa tidak 10 atau 25? Terus bagaimana sakit hatinya istri yang dimadu (yang selalu lebih tua dan kurang cantik)? Banyak lagi hal-hal yang nonsense dan absurde seperti ini di Al-Qur’an. Karena semua yang di Al-Qur’an dianggap sebagai kebenaran mutlak, maka orang muslim hanya menurutinya saja secara taken for granted.
    Banyak pengemuka muslim yang berusaha menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an supaya menjadi lebih manusiawi. Tapi usaha ini sia-sia saja karena ayat-ayat Al-Qur’an itu semuanya sudah explisit sekali. Sehingga tidak bisa ditawar lagi. Jadi umat muslim terjebak.

  4. bukan aku memaksakan untuk poligami, aku adalah seorang suami yang mempunyai anak 1, dan aku mengakui aku mempunyai seorang wanita yang berstatus janda anak 2. memang ada niat untuk menikahinya,… namun hati sampai saat ini ga kuasa untuk mengutarakan ini kepada istri…. tiap hari aku dihantui dosa yang terus bertambah…. aku menyayangi semuanya istriku,anakku, dan wanita itu serta anak2nya. berikanlah jalan yang terbaik untuk hambamu ini ya Allah…….. memang aku banyak dosa,namun apakah aku tidak diberikan kesempatan untuk memperbaikinya…. kirimkanlah seseorang yang bisa membantu kesulitanku ini ya Allah……

  5. Waduh gimana bisa poligami memuliakan wanita ??????
    Wah menurutku poligami salah kaprah dan itu merupakan ke egoisan seorang laki – laki dan itu dosa sekalipun nabi yang melakukannya
    alasannya :
    Pada awalnya Allah menciptakan manusia 1 Pria dan 1 wanita yang disatukan (Nabi Adam dan Siti Hawa) bukan satu pria dengan beberapa wanita dari sini aja kita bisa belajar bahwa yang sesungguhnya Allah kehendaki adalah pernikahan monogami ya 1 suami dengan 1 istri itu sudah cukup untuk berumah tangga bukan diciptakan 1 suami dengan 2 atau 3 istri ,
    Padahal kalau Allah mau bisa loh diciptakan 1 suami dengan 2 orang atau lebih istri tapikan ternyata Tidak hanya 1 suami dan 1 istri ,itu aja sudah merupakan tanda bahwa Allah tidak menghendakinya untuk manusia berpoligami ,
    Ingat Pada hakekatnya kedudukan wanita dan pria itu sama jadi jangan egois dong para pria ,
    Memangnya kalian mau bila posisinya dibalik biar adil katanya , Istri kalian yang berpoligami memiliki suami lebih dari satu padahal dia mampu ?? , saya yakin jutaann yakin bahwa kalian tidak mau terima dan bahkan bisa adu jotos dengan suaminya yang lain ,orang baru pacaran aja bila cewekmu digoda orang lain aja kamunya marah
    Ingat dong wanita diciptakan dari Tulang rusuk pria yaitu satu tulang rusuk, bukan 2 atau lebih
    ,
    Hakekat seorang wanita diciptakan dari Tulang rusuk adalah untuk sebagai penolong mu yang sepadan dia ada untuk dihargai , disayangi sebagaimana dia ada bukan untuk diinjak -injak perasaannya dengan berpoligami ,
    saya yakin lubuk hati seorang istri itu tidak rela bila suaminya berpoligami dan dia (wanita)mau untuk dimadu oleh suaminya
    Sekarang saya bertanya apakah anda mau dan rela bila putri anda dilamar oleh seorang pria untuk dipoligami padahal dia mampu dan bijaksana , saya yakin anda tidak mau dan tidak rela untuk menyerahkan putri anda pada lelaki yang berpoligami
    Maaf kalo tulisannya sangat keras ya

  6. Saya mau mengomentari pernyataan Indra putra said .. Maaf ya, kalo saya setuju dgn diperbolehkannya berpoligami walaupun saya sendiri tidak melakukannya. Sebab persoalan poligami ini dalam islam adalah mubbah atau diperbolehkan ( bukan diharuskan / wajib ) dan sangat jelas diterangkan dlm Al Quran yg menjadi panutan hidup kami. Walaupun cerita indra diatas sangat menarik tapi sayangnya bukan berlandaskan Al Quran dan hanya sebatas pemikiran pribadi . Maaf .. melihat dari tanggapannya diatas, saudara Indra ini tidak percaya dgn Al Quran dan bukan seorang muslim jadi pemahamannya tentu sangat berbeda dgn kami. Terima kasih

  7. assalamualaikum wr. wb.
    Boleh saya minta bantuannya teman-teman forum semua? karena saya kesulitan mencari nara sumber untuk penelitian kami. Langsung aja ke maksud saya, Dalam rangka penelitian tentang poligami yang akan dilakukan oleh teman saya yang berasal dari Jerman, kami membutuhkan beberapa nara sumber yang bersedia untuk diwawancarai, yaitu wanita-wanita yang menjadi istri dari suami yang berpoligami.
    Sedianya wawancara tersebut akan dilakukan medio oktober tahun ini.
    Atas bantuan teman-teman semua, sebelumnya saya ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya.
    Jika teman-teman berkenan membantu boleh menghubungi e mail saya: aridwiky@yahoo.com
    Sengaja email tersebut saya publish agar banyak temen-temen forum yang mungkin ikut membaca.
    wassalamualaikum wr. wb.
    salam kenal
    Ari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *