Hukum Sholat Jum’at di Jalan Raya 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tanya :
Ustadz, sekarang lagi heboh persoalan boleh tidaknya sholat Jum’at di tanah jalan raya terkait aksi 2 Desember 2016. Apakah boleh ustadz? (Afrian Satria, Bantul).


Jawab :

Ada khilafiyah di kalangan ulama mengenai sah tidaknya sholat Jum’at di jalan raya. Persoalan ini dibahas para ulama dalam tema isytirath al masjid (persyaratan masjid), yaitu apakah untuk sahnya sholat Jumat syaratnya harus dilakukan di dalam masjid.

Imam Abu Thayyib Syamsul Haq Abadi pengarang kitab ‘Aunul Ma’bud mengatakan:
وذهب البعض إلى اشتراط المسجد قال : لأنها لم تُقم إلا فيه .وقال أبو حنيفة والشافعي و سائر العلماء إنه غير شرط
”Sebagian ulama memegang pendapat disyaratkannya masjid, karena sholat Jumat tak didirikan kecuali di dalam masjid. Sedangkan Abu Hanifah dan Syafi’i dan ulama lainnya memegang pendapat tak disyaratkannya masjid.” (‘Aunul Ma’bud, III/399).

Imam Nawawi berkata dalam kitabnya Al Majmu’:
لا تصح الجمعة عندنا إلا في أبنية يستوطنها من تنعقد بهم الجمعة ولا تصح في الصحراء،و به قال مالك وآخرون. وقال أبو حنيفة و أحمد : يجوز إقامتها لأهل المصر في الصحراء كالعيد
”Tidak sah sholat Jum’at menurut kami (ulama Syafi’iyyah) kecuali di dalam bangunan yang didiami oleh orang-orang yang dengan mereka sholat Jum’at sah dilaksanakan. Tidak sah dilakukan di padang pasir. Inilah pendapat Malik dan ulama-ulama lainnya. Sedangkan Abu Hanifah dan Ahmad mengatakan,”Boleh mendirikan sholat Jum’at bagi penduduk kota (ahlul mishr) di padang pasir seperti halnya sholat ‘Ied.” (Imam Nawawi, Al Majmu’, IV/405).

Imam Ibnu Qudamah dalam Al Mughni berkata:
ولا يشترط لصحة الجمعة إقامتها في البنيان، ويجوز إقامتها فيما قاربه من الصحراء، وبهذا قال أبو حنيفة. وقال الشافعي : لا تجوز في غير البنيان، لأنه بوضع يجوزلأهل المِصْر قصر الصلاة فيه، فأشبه البعيد
”Tidak disyaratkan untuk sahnya sholat Jum’at mendirikannya di dalam bangunan (al bun-yan), tetapi boleh mendirikan sholat Jum’at di padang pasir yang dekat dengan bangunan. Inilah pendapat Abu Hanifah. Syafi’i berkata,”Tidak boleh sholat Jum’at pada selain bangunan karena berarti itu dilakukan di tempat yang penduduk kotanya boleh meng-qashar sholat, maka tempat sholat Jum’at tersebut berarti mirip dengan tempat yang jauh.” (Ibnu Qudamah, Al Mughni, II/243).

See also  Sholat Gerhana Matahari, Bacaan Imam untuk Al Fatihah dan Suratnya Jahar atau Sirr

Dari berbagai kutipan di atas, jelaslah ada dua pendapat ulama dalam masalah ini. Pertama, sholat Jum’at disyaratkan wajib di dalam masjid, jika dilaksanakan di luar masjid sholat Jum’atnya tidak sah. Inilah pendapat Imam Syafi’i (dalam satu riwayat) dan Imam Malik. Kedua, sholat Jum’at tidak disyaratkan dilakukan di masjid, tapi boleh di luar masjid seperti di padang pasir asalkan masih dekat dengan pemukiman/perkampungan (al bun-yan). Inilah pendapat Imam Abu Hanifah dan Ahmad, dan juga pendapat Imam Syafi’i dalam riwayat lain.

Setelah melakukan pengkajian dalil masing-masing mazhab, pendapat yang rajih (kuat) menurut kami adalah yang membolehkan sholat Jum’at di luar masjid, termasuk di jalan raya. Ada 3 (tiga) alasan; pertama, terdapat riwayat bahwa Rasulullah SAW pernah melakukan sholat Jum’at di perut lembah (bathn al wadi) sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Sa’ad dan para penulis sejarah perang Rasulullah SAW (ahlus siyar). Kata Imam Syaukani,”Kalaupun riwayat ini tidak shahih, maka tindakan Rasulullah SAW melakukan sholat Jum’at di masjid tidaklah menunjukkan persyaratan sholat Jum’at wajib dilakukan di masjid.” (Imam Abu Thayyib Syamsul Haq Abadi,‘Aunul Ma’bud, III/399; Imam Syaukani, Nailul Authar, IV/304).

Kedua, terdapat riwayat Ibnu Abi Syaibah bahwa Umar pernah menulis kepada penduduk Bahrain untuk melaksanakan sholat Jum’at di mana pun mereka berada (an jamma’uu haitsu maa kuntum). (Imam Syaukani, Nailul Authar, IV/303).

Ketiga, terdapat riwayat bahwa Mush’ab bin ‘Umair pernah melakukan sholat Jumat bersama kaum Anshar di suatu tanah khusus negara (naqii’/hima) bernama Al Khadhimat, yakni bukan di dalam masjid. (Ibnu Qudamah, Al Mughni, II/243).

Ulama Syafi’iyyah sendiri sebenarnya membolehkan sholat Jum’at di lapangan atau tempat terbuka di luar masjid, asalkan tempat tersebut masih dekat dengan area pemukiman [darul iqamah] dan jaraknya dekat, yakni tidak sampai jarak qashar, yaitu 4 barid = 88,7 km.  Imam Nawawi berkata:
قال أصحابنا ولا يشترط إقامتها في مسجد ولكن تجوز في ساحة مكشوفة بشرط أن تكون داخلة في القرية أو البلدة معدودة من خطتها فلو صلوها خارج البلد لم تصح بلا خلاف سواء كان بقرب البلدة أو بعيدا منه وسواء صلوها في كن أم ساحة
“Telah berkata para sahabat kami [ulama Syafi’iyyah],’Tidak disyaratkan mendirikan sholat Jum’at di masjid tetapi boleh di lapangan terbuka dengan syarat tempat itu ada di dalam kampung [qaryah] atau kota [baldah] yang masih terhitung dalam batas kampung/kota itu. Kalau mereka melaksanakan sholat Jum’at di luar kota [baldah] maka tidak sah sholat Jum’atnya tanpa perbedaan pendapat, baik tempat itu dekat dengan kota [baldah] maupun jauh dari kota, baik mereka sholat di rumah (kin) kota maupun di lapangan.” (Imam Nawawi, Al Majmu’, IV/501).

See also  Bolehkah Zakat untuk Membangun Masjid?

Imam Al Khathib Al Syarbaini berkata :
ويجوزإقامتها في فضاء معدود من الأبنية المجتمعة بحيث لا تقصر فيه الصلاة كما في الكن الخارج عنها المعدود منها بخلاف غير المعدود منها.
“Boleh mendirikan sholat Jum’at di tanah lapang yang masih terhitung bagian dari bangunan-bangunan yang terkumpul [area pemukiman], dalam arti jaraknya tidak sampai membolehkan qashar shalat pada tempat itu, seperti rumah yang terletak di luar kampung tapi masih terhitung bagian area pemukiman. Ini berbeda dengan rumah yang letaknya tidak lagi terhitung bagian dari area pemukiman.” (Imam Al Khathib Al Syarbaini, Mughnil Muhtaj, I/529). Wallahu a’lam. [KH. M. Shiddiq Al Jawi].

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Never miss any important news. Subscribe to our newsletter.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *